1920 – 1955
Penyelenggaraan pendidikan kader pemerintahan di lingkungan Departemen Dalam Negeri yang terbentuk melalui proses perjalanan sejarah yang panjang. Perintisnya dimulai sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1920, dengan terbentuknya sekolah pendidikan Pamong Praja yang bernama Opleiding School Voor Inlandshe Ambtenaren (OSVIA) dan Middlebare Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (MOSVIA), Opleiding School Indische Ambtenaren (OSIBA). Para lulusannya sangat dibutuhkan dan dimanfaatkan untuk memperkuat penyelenggaraan pemerintahan Hindia Belanda.
Di masa pemerintah Hindia Belanda, penyelenggaraan pemerintahan Hindia Belanda dibedakan atas pemerintahan yang langsung dipimpin oleh kaum atau golongan pribumi yaitu Binnenlands Bestuur Corps (BBC) dan pemerintahan yang langsung dipimpin oleh kaum atau golongan dari keturunan. Pada masa awal kemerdekaan RI, sejalan dengan penataan sistem pemerintahan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, kebutuhan akan tenaga kader pamong praja untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan baik pada pemerintah pusat maupun daerah semakin meningkat sejalan dengan tuntutan perkembangan penyelenggaraan pemerintahan. Untuk memenuhi kebutuhan akan kekurangan tenaga kader pamong praja, maka pada tahun 1948 dibentuklah lembaga pendidikan dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri yaitu Sekolah Menengah Tinggi (SMT) Pangreh Praja yang kemudian berganti nama menjadi Sekolah Menengah Pegawai Pemerintahan Administrasi Atas (SMPAA) di Jakarta dan Makassar.
Pada Tahun 1952, Departemen Dalam Negeri menyelenggarakan Kursus Dinas C (KDC) di Kota Malang Jawa Timur, dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan pegawai golongan D yang siap pakai dalam melaksanakan tugasnya. Seiring dengan itu, pada tahun 1954 KDC juga diselenggarakan di Aceh, Bandung, Bukittinggi, Pontianak, Makasar, Palangkaraya dan Mataram.
1956-1989
Sejalan dengan perkembangan penyelenggaraan pemerintahan yang semakin kompleks, luas dan dinamis, maka pendidikan aparatur di lingkungan Departemen Dalam Negeri dengan tingkatan kursus dinilai sudah tidak memadai. Berangkat dari kenyataan tersebut, mendorong pemerintah mendirikan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) pada tanggal 17 Maret 1956 di Malang, Jawa Timur. APDN di Malang bersifat APDN Nasional berdasarkan SK Mendagri No. Pend.1/20/56 tanggal 24 September 1956 yang diresmikan oleh Presiden Soekarno di Malang Jawa Timur, dengan Direktur pertama Mr. Raspio Woerjodiningrat. mahasiswa APDN Nasional pertama ini adalah lulusan KDC yang direkrut secara selektif dengan tetap mempertimbangkan keterwakilan asal provinsi selaku kader pemerintahan pamong praja yang lulusannya dengan gelar Sarjana Muda “Bachelor of Art (BA)”.
Pada perkembangan selanjutnya, lulusan APDN dinilai masih perlu ditingkatkan dalam rangka upaya lebih menjamin terbentuknya kader-kader pemerintahan yang “qualified leadership and manager administrative”, terutama dalam menyelenggarakan tugas-tugas urusan pemerintahan umum. Kebutuhan ini mendorong pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan aparatur di lingkungan Departemen Dalam Negeri setingkat Sarjana, maka dibentuklah Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) yang berkedudukan di Kota Malang Jawa Timur berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 8 Tahun 1967, selanjutnya dikukuhkan dengan Keputusan Presiden Nomor 119 Tahun 1967. Peresmian berdirinya IIP di Malang pada tanggal 25 Mei 1967.
Pada tahun 1972 Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) yang berkedudukan di Malang Jawa Timur dipindahkan ke Jakarta melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 94 Tahun 1972. Pada tanggal 9 Maret 1972, kampus IIP yang terletak di Jakarta diresmikan oleh Presiden Soeharto yang menyatakan: ”Dengan peresmian kampus Institut Ilmu Pemerintahan, mudah-mudahan akan merupakan kawah candradimukanya Departemen Dalam Negeri untuk menggembleng kader-kader pemerintahan yang tangguh bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Seiring dengan pembentukan IIP yang merupakan peningkatan dari APDN Nasional di Malang, maka untuk penyelenggaraan pendidikan kader pada tingkat akademi, Kementerian Dalam Negeri secara bertahap sampai dengan dekade tahun 1970-an membentuk APDN di 20 Provinsi selain yang berkedudukan di Kota Malang Jawa Timur, juga dibentuk di Banda Aceh, Medan, Bukittinggi, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Lampung, Bandung, Semarang, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Samarinda, Mataram, Kupang, Makassar, Manado, Ambon dan Jayapura.
1988–2003
Pada tahun 1988, dengan pertimbangan untuk menjamin terbentuknya wawasan nasional dan pengendalian kualitas pendidikan, Menteri Dalam Negeri pada saat itu, Rudini, mengeluarkan kebijakan penyatuhan 20 Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) yang tersebar di 20 Provinsi pada satu tempat penyelenggaraan pendidikan yang bersifat nasional di Jatinangor Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Setelah terbentuknya APDN Nasional ini, kegiatan operasional pendidikan di 20 APDN secara bertahap dihentikan hingga menyelesaikan lulusan terakhir pada tahun 1991. Kebijakan Menteri Dalam Negeri tentang penyatuhan 20 APDN tertuang dalam Keputusan Nomor 38 Tahun 1988 tentang Pembentukan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri Nasional. Peresmian penyatuan APDN Nasional yang berkedudukan di Jatinangor Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Rudini pada tanggal 18 Agustus 1990.
Mengingat perkembangan kebutuhan akan lulusan Pamong Praja, APDN Nasional ditingkatkan statusnya menjadi Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 1992 tentang Peningkatan APDN Nasional menjadi Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri. Berdasarkan keputusan Presiden ini, status APDN Nasional menjadi STPDN dengan Program Studi Diploma Tiga (DIII) Pemerintahan dan diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 18 Agustus 1992. Sejak tahun 1995, bertitik tolak dari keinginan dan kebutuhan untuk lebih mendorong perkembangan karier sejalan dengan peningkatan jabatan dalam sistem kepegawaian Republik Indonesia, maka program studi ditingkatkan menjadi Program Diploma Empat (DIV) Pemerintahan.
2004–2009
Keberadaan STPDN dengan program pendidikan vokasi Diploma Empat (DIV) dan IIP yang menyelenggarakan pendidikan akademik Program Sarjana Strata Satu (S-1), menjadikan Departemen Dalam Negeri memiliki dua (2) Pendidikan Tinggi Kedinasan dengan lulusan yang menyandang golongan kepangkatan yang sama yakni Penata Muda (III/a). Pada saat yang sama, kebijakan nasional mengenai pendidikan tinggi sejak tahun 1999 antara lain mengatur bahwa suatu Departemen tidak boleh memiliki dua atau lebih perguruan tinggi dalam menyelenggarakan keilmuan yang sama. Hal ini kemudian mendorong Departemen Dalam Negeri untuk mengintegrasikan STPDN dan IIP kedalam satu wadah pendidikan tinggi. Usaha pengintegrasian STPDN dan IIP secara intensif dan terprogram sejak tahun 2003 sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pengintegrasian ini terwujud dengan ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2004 tentang Penggabungan STPDN ke dalam IIP dan sekaligus merubah nama IIP menjadi Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Tujuan penggabungan STPDN ke dalam IIP tersebut, selain untuk memenuhi kebijakan pendidikan nasional juga untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pendidikan kader pamong praja di lingkungan Departemen Dalam Negeri. Penjabaran lebih lanjut Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2004 ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 892.22-421 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Penggabungan dan Operasional Institut Pemerintahan Dalam Negeri, disertai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja IPDN dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 2005 tentang Statuta IPDN serta peraturan pelaksanaan lainnya.
2009–SEKARANG
Perpres 1 Tahun 2009 ditindaklanjuti dengan Permendagri No. 36 Tahun 2009 tentang Statuta IPDN dan Permendagri No. 39 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja IPDN, yang menetapkan bahwa IPDN merupakan salah satu komponen di lingkungan Kementerian Dalam Negeri yang melaksanakan tugas menyelenggarakan pendidikan tinggi kepamongprajaan. Selanjutnya sebagai penjabaran lebih lanjut dari rekomendasi diatas, kelembagaan IPDN dibentuk di 7 (tujuh) lokasi, yaitu IPDN Kampus Sumatera Barat di Bukittinggi, IPDN Kampus Riau di Rokan Hilir, IPDN Kampus Sulawesi Selatan di Gowa, IPDN Kampus Sulawesi Utara di Minahasa, IPDN Kampus Kalimantan Barat di Kubu Raya, IPDN Kampus Nusa Tenggara Barat di Lombok Tengah dan IPDN Kampus Papua di Jayapura. Dengan demikian, hingga tahun 2016 telah terbentuk 7 (tujuh) Kampus IPDN di Daerah yaitu: Kampus IPDN Sumatera Barat di Bukit Tinggi menyelenggarakan program studi keuangan daerah
Kampus IPDN Riau di Rokan Hilir menyelenggarakan program studi pembangunan dan pemberdayaan
Kampus IPDN Kalimantan Barat di Kubu Raya menyelenggarakan program studi manajemen sumberdaya aparatur
Kampus IPDN Sulawesi Selatan di Pacelekan Gowa menyelenggarakan program studi pembangunan dan pemberdayaan
Kampus IPDN Sulawesi Utara di Tondano menyelenggarakan program studi administrasi kependudukan dan catatan sipil
Kampus IPDN Nusa Tenggara Barat di Mataram menyelenggarakan program studi politik pemerintahan, dan Kampus IPDN Papua di Jayapura menyelenggarakan program studi politik pemerintahan.
Setelah diberlakukan Peraturan Presiden Nomor 1 tahun 2009 dan sejumlah Peraturan atau Keputusan Menteri Dalam Negeri terkait IPDN, secara kelembagaan pada lingkup Kampus Pusat Jatinangor dan Jakarta telah terbentuk 2 (dua) Fakultas yaitu: pertama, Fakultas Politik Pemerintahan yang terdiri dari 2 (dua) Program Studi yaitu Program Studi Politik Pemerintahan dan Program Studi Pembangunan dan pemberdayaan untuk Program Diploma Empat (DIV), serta Program Studi Kebijakan Pemerintahan untuk Program Studi Stara Satu (S-1)
dan kedua, Fakultas Manajemen Pemerintahan yang terdiri dari 3 (tiga) Program Studi Program Diploma Empat (DIV) yaitu Program Studi Manajemen Sumber Daya Aparatur, Program Studi Keuangan Daerah, dan Program Studi Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil. Selain itu, terdapat empat Program Studi Strata Satu (S-1) yaitu Program Studi Manajemen Pemerintahan, Program Studi Manajemen Keuangan Daerah, Program Studi Manajemen Sumber Daya Manusia, dan Program Studi Manajemen Pembangunan.
Mulai tahun 2010 kebijakan Pendidikan Kepamongprajaan dikonsentrasikan pada Program Diploma Empat (D-IV) pada semester I, II, III, IV, V, VI, VII dan VIII. Selain itu, diterapkan alih program dari Program Diploma Empat (D-IV) ke Program Stara Satu (S-1) bagi praja lulusan terbaik setiap provinsi pada semester III, IV, V, VI, VII dan VIII. Langkah kebijakan alih program ini dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan penjurusan pada beberapa program studi yang dinilai sebagai suatu kebutuhan. Penyelenggaraan pendidikan program diploma empat (D-IV) diselenggarakan pada Kampus IPDN Jatinangor, sedangkan program pendidikan strata satu (S-1) diselenggarakan pada Kampus IPDN di Cilandak Jakarta yang juga menyelenggarakan Program Pascasarjana Strata Dua (S-2) dan Strata Tiga (S-3), program profesi kepamongprajaan serta kegiatan penelitian dan pengabdian.
Pendidikan Strata Dua (S-2) Program Magister Administrasi Pemerintahan Daerah (MAPD) diselenggarakan berdasarkan surat izin Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional No. 3765/D/T/2000 Tanggal 20 Oktober 2000 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 429-373 Tahun 2001 Tanggal 18 September 2001 tentang Penyelenggaraan Program Pascasarjana di lingkungan Departemen Dalam Negeri. Pengembangan Program Magister Administrasi Pemerintahan Daerah sejalan dengan statuta dan RIP IPDN serta didukung dengan rencana strategis, arah kebijakan, tujuan dan sasaran organisasi. Adapun Pendidikan Strata Tiga (S-3) Program Studi Doktor Ilmu Pemerintahan (S-3) diselenggarakan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan Nomor 47/E/0/2013.
Statuta IPDN yang baru telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 42 tahun 2018 tentang Statuta Institut Pemerintahan Dalam Negeri, IPDN diamanatkan dalam menyelenggarakan pendidikan (Permendagri Nomor 42 Tahun 2018 Bab V Pasal 15 ):
Penyelenggaraan pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan program Diploma I (satu) sampai dengan Diploma IV (empat) untuk menyiapkan tenaga yang memiliki keterampilan di bidang pemerintahan dalam negeri.
Penyelenggaraan pendidikan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi program Pascasarjana terdiri dari Program Magister dan Program Doktor.
Penyelenggaraan pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan program profesi kepamongprajaan dengan keahlian khusus bagi lulusan sarjana atau sederajat non ilmu pemerintahan. Kualifikasi pendidikan vokasi, akademik, dan profesi kepamongprajaan diselenggarakan atas dasar Kualifikasi Kompetensi Nasional Indonesia.
Berdasarkan Kepmenristek dan dikti nomor 370/KPT/1/2018 tentang Izin Pembukaan Program Studi Profesi Kepamongprajaan Program Profesi pada IPDN yang diselenggarakan oleh Kemendagri, telah dibuka sejak tahun 2013 dan sekarang sudah berjalan VI angkatan. Awalnya Surat Mandat Dirjen Dikti Kemendiknas kepada Rektor IPDN Nomor 321/E/T/2012 tanggal 22 februari tahun 2012 tentang penugasan penyelenggaraan program profesi kepamongprajaan. UU Nomor 12 thn 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 17 ayat (1) mengatur bahwa
pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yg menyiapkan mahasiswa dalam pekerjaan yang memerlukan persyaratan keahlian khusus, sedangkan ayat (2)
pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dpt diselenggarakan oleh PT, dan bekerja sama dengan kementerian, LPNK, dan/atau organisasi profesi yang bertanggungjawab atas mutu layanan profesi. Sejalan dengan bunyi pasal 17 ayat (1) UU No 12/2012 tentang PT, dan amanat UU no 23/2014 tentang Pemerintah Daerah pasal 224 tentang persyaratan pengangkatan Camat dan seterusnya, maka IPDN yang adalah lembaga pendidikan kedinasan di bawah naungan Kemendagri, selayaknya membuka prodi profesi sebagai langkah penjabaran dan tindak lanjut atas amanat UU di atas.
Perubahan struktur organisasi IPDN diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 43 tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Perubahan SOTK IPDN yang baru diarahkan pada optimalisasi penyelenggaraan pendidikan IPDN dalam menghasilkan kader pemerintahan yang profesional. Penambahan jumlah pimpinan dalam penyelenggaraan pendidikan (Permendagri nomor 43 tahun 2018 bagian 4 pasal 13 ) dimana rektor selaku penanggungjawab penyelenggaraan pendidikan dibantu oleh :
Wakil Rektor Bidang Akademik
Wakil Rektor Bidang Administrasi
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan
Wakil Rektor Bidang Kerja Sama.
Fakultas sebagai Operasionalisasi pendidikan juga mengalami perkembangan menjadi 3 fakultas (Permendagri nomor 43 tahun 2018 bagian 7 pasal 92) yang terdiri dari :
Fakultas Politik Pemerintahan
Fakultas Manajemen Pemerintahan
Fakultas Perlindungan Masyarakat.